Labels

Thursday 24 January 2013

Suklu, Meditasi dalam Seni



Oleh Wayan ‘Jengki’ Sunarta


(perupa Wayan Sujana Suklu)
Senja hampir samar di awal April 2011. Hujan belum juga reda. Saya tiba di Banjar Lepang, Klungkung, Bali. Tubuh saya setengah basah karena perjalanan menembus hujan dari Denpasar. Saya menghentikan motor di depan jalan setapak di pinggiran bypass Ida Bagus Mantra. Dari arah Denpasar, jalan setapak itu berada di sebelah kiri. Di tepi mulut jalan setapak itu teronggok sebuah beruk raksasa. Beruk itulah penanda jalan setapak menuju tempat pertapaan I Wayan Sujana alias Suklu, perupa kelahiran Klungkung, 6 Pebruari 1967, yang namanya telah tercatat di ranah seni rupa nasional dan internasional.

Akar Muda dan Nilai-nilai Kepahlawanan



Oleh Wayan ‘Jengki’ Sunarta


(akar muda....)
Siapa yang pantas disebut pahlawan? Pahlawan bukan hanya orang-orang yang ikut berjuang melawan penjajah, seperti yang dipahami masyarakat awam. Konsep “pahlawan” tentu bisa menjadi sangat luas. Sebutan “pahlawan” layak juga diberikan kepada, misalnya, pelacur yang berjuang menghidupi anak-anaknya, preman yang menyelamatkan seorang gadis dari pemerkosaan, atau seekor anjing yang menyelamatkan majikannya dari gigitan kobra. Deretan contoh ini akan menjadi sangat panjang untuk memasukkan siapa saja yang bisa dikatagorikan sebagai pahlawan.

Treasure Islands, Ketika New York Ditukar dengan Pulau Rhun




Oleh : Wayan Sunarta


(suasana pameran/foto Gus Wir)
Sejak zaman kerajaan, Kepulauan Nusantara telah tersohor hingga manca negara sebagai kawasan yang penuh dengan harta karun. Itu karena kekayaan alam yang sangat melimpah, seperti hasil tambang (emas, perak, permata, dll), hasil pertanian dan perkebunan (rempah-rempah, dll). Harta karun yang melimpah inilah menyedot perhatian negara-negara lain untuk menguasai Nusantara. 

Wednesday 23 January 2013

Seni Lukis Batuan Kembali Bangkit



Teks dan Foto : Wayan Sunarta


(suasana pameran)
Seni lukis gaya Batuan, Bali, telah dikenal sejak tahun 1930-an, dengan ciri khas figur-figur menyeramkan dan warna suram yang memenuhi bidang lukisan. Seiring perkembangan zaman, seni lukis Batuan berkembang secara tematik. Namun, secara pasar, seni lukis Batuan yang masih dikatagorikan seni lukis tradisional kalah bersaing dengan seni lukis modern.

Mengapresiasi Suara Jiwa Kuta



Oleh: Wayan ‘Jengki’ Sunarta


(suasana pameran)
Sebagai kawasan pariwisata internasional, seperti halnya Sanur dan Ubud, eksistensi Kuta tak bisa dilepaskan dari peran seni rupa. Hingga saat ini, Kuta masih tercatat sebagai salah satu pusat perdagangan karya-karya seni rupa, baik lukisan maupun kriya. Hal itu diperkuat lagi dengan kehadiran galeri-galeri seni rupa yang lebih memosisikan diri sebagai tempat “jualan.” Di Kuta, seringkali sulit membedakan karya-karya seni rupa kodian (kelas artshop) yang cenderung berbaur dengan karya-karya yang menjunjung pencapaian ekspresi dan estetika. 

Bonuz Memburu Harmoni



Oleh : Wayan ‘Jengki’ Sunarta
 

(Putu Bonuz di depan lukisannya/foto Gus Wir)
Jangan pernah mengapresiasi lukisan-lukisan abstrak dengan logika. Sebab lukisan abstrak tak pernah menyimpan atau memberi jawaban untuk memuaskan logika. Menikmati lukisan abstrak seperti memandang keindahan alam. Ketika kita menatap sehampar laut yang tenang dan biru, atau panorama pegunungan yang hijau sejuk, kita hanya akan terdiam dan merasakan keindahan itu mengalir menjalari sel-sel tubuh kita. Di depan sehampar laut biru, tak mungkin terlontar dari mulut kita pertanyaan bodoh, seperti: “apa artinya ini?”