Labels

Wednesday 20 February 2013

Pesta Para Janda, Gairah Cinta dan Persahabatan




Oleh : Wayan Sunarta

Judul               : Pesta Para Janda
Penulis            : Yunis Kartika
Penerbit          : Chibi Publisher, Bandung
Tebal               : xiv + 221 halaman
Cetakan II       : November 2012

Akhir-akhir ini, kaum perempuan semakin meminati dunia tulis menulis. Dari pelajar, pegawai, artis, hingga ibu-ibu rumah tangga, seakan berlomba-lomba memproduksi tulisan. Tak hanya puisi, mereka juga menulis esai, cerpen, cerbung, novel, biografi. Kegairahan menulis ini juga didukung oleh dunia panerbitan yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada para perempuan berekspresi dan menerbitkan tulisannya.  

Tentu saja ada banyak cara untuk mempublikasikan tulisan. Jika tak lolos di jalur penerbitan mainstream, penerbitan indie bisa menjadi solusi, mendanai, memasarkan atau mendistribusikan buku-buku yang diterbitkannya secara mandiri. Jika tak dimuat di koran atau majalah, media jejaring sosial bisa menjadi pilihan yang mengasikkan, seperti web site, blog, twitter, facebook, dan sebagainya. 

Dengan menulis, perempuan bisa leluasa menceritakan tentang dunianya, atau hal-hal yang menggelisahkan hatinya, dan tentu saja menjadi sarana berbagi informasi. Misalnya, kita dengan mudah menemukan novel perihal persoalan dan kehidupan perempuan yang ditulis oleh perempuan. Bahkan, tak jarang, dalam sejumlah novel, soal perselingkuhan hingga urusan ranjang dikisahkan dengan terbuka. 

Salah satu novel yang berkisah perihal perempuan adalah “Pesta Para Janda” yang ditulis oleh Yunis Kartika. Yunis adalah lulusan jurusan Teater STSI Bandung dan Master Seni Rupa FSRD Institut Teknologi Bandung. Sejak remaja, dia telah menulis puisi, cerpen, esai, naskah drama, dan ulasan seni di sejumlah media massa. Sebagai penekun teater, dia tercatat menjadi anggota Women Playwright International (WPI). Kumpulan naskah dramanya yang telah terbit bertajuk Ontogenesis. Pesta Para Janda adalah novel ketiganya, setelah Lets Rock the Cyber (2006), Giant Amor (2009). 

Pesta Para Janda adalah cerita kehidupan empat janda, yakni Kinga, Ally, Yulia dan Prita. Kinga adalah seorang seniman dan penulis full time. Janda satu anak ini sosok yang feminim, namun tegas. Kegagalan rumah tangga tak membuat gairahnya lenyap untuk mengejar karier, menikmati hidup, dan menjalin hubungan dengan pria. Ally seorang pekerja freelance di sebuah event organiser. Janda tiga anak ini mampu memikat laki-laki dengan pesonanya. Dia percaya diri, namun terkesan angkuh. Kehidupan rumah tangganya berantakan karena kehadiran wanita lain. Ally lalu melancarkan balas dendam dengan cara menjalin hubungan dengan pria-pria beristri. 

Yulia, janda satu anak, sosok perempuan yang cerdas, menguasai banyak bahasa asing. Dia menikah dengan lelaki Belanda. Namun mertuanya tak menyukainya. Mereka sering terlibat pertengkaran. Yulia memilih cerai dan terlibat konflik perebutan hak asuh atas anaknya. Sementara itu, Prita adalah janda dengan dua anak. Suka berdandan. Sosok pekerja keras. Namun, seringkali hubungannya dengan pria membuat kariernya terhambat. 

Persahabatan empat janda ini berkelindan dengan berbagai persoalan yang mereka hadapi. Tentang masa depan anak, keinginan memiliki pendamping hidup, pandangan miring orang terhadap sosok janda, soal karier, soal kesepian, hingga urusan ranjang. Namun, mereka berusaha tegar menghadapi kenyataan perkawinan yang berakhir perceraian. Mereka berusaha menjalani kehidupan dengan menyenangkan, kongkow, pesta, mengejar karier, memburu kekasih idaman. Namun, sebagai seorang ibu, mereka tetap terikat pada tanggung jawab memelihara dan mengurus anak-anaknya. 

Novel ini menjadi menarik karena mengisahkan persoalan kehidupan yang dihadapi janda dari sudut pandang janda itu sendiri. Selain memburu kebahagiaan dengan caranya masing-masing, mereka juga berjuang demi anak, ekonomi, impian, dan tentunya cinta. Mereka tak hanya bermimpi, namun berusaha mewujudkannya, meski kadang dengan berbagai cara. Keempat tokoh dalam novel ini menganggap menjadi janda bukan berarti kiamatnya seluruh kehidupan. 

Persahabatan mereka juga dibumbui dengan persoalan asmara, cinta segi tiga, konspirasi, intrik, fitnah dan pengkhiatan yang dilakukan oleh teman sendiri. Kinga menjadi korban dari konspirasi teman-temannya sesama janda. Kinga difitnah telah berselingkuh dengan Sony, sehingga kekasihnya, Ben, menjadi kecewa. Fitnah itu dirancang oleh Uda, kekasih Ally, untuk menggagalkan hubungan Kinga dengan Ben. Hubungan pertemanan sesama janda itu sempat berantakan. Namun, akhirnya, mereka menyadari kekeliruan bahwa tak sepantasnya hubungan pertemanan mereka dirusak oleh ambisi laki-laki. 

Cerita dalam novel ini mengalir dalam alur yang runut. Gaya bercerita dan bahasanya ringan, namun lincah, sehingga enak dibaca sambil minum kopi. Hal yang bisa direnungi dari isi novel ini adalah arti penting persahabatan. Hendaknya jangan menghancurkan persahabatan, hanya karena egoisme ataupun ambisi pribadi. Seseorang bisa disebut sahabat adalah ketika orang itu ada pada saat kita gembira maupun kesusahan. Renungan lainnya lagi, menyandang status janda, meski sulit, bukan berarti tidak bisa menghadapi kerasnya kehidupan dengan riang gembira.

Dalam kata pengantar novel ini, Yunis mengatakan memang sulit menjadi perempuan apalagi dengan status janda, terutama dalam relasi pertemanan dengan sesama perempuan. Kadangkala terjadi persaingan terselubung yang tak sehat. Sangat sulit mencari teman perempuan yang tulus. Hubungan pertemanan dengan sesama perempuan relatif lebih rumit ketimbang pertemanan dengan lelaki. Selain itu, status janda seringkali menjadi bahan olok-olok dalam pergaulan sosial. Orang-orang dengan mudah menyudutkan dan melecehkan sosok janda. 

Bagi Yunis, menulis adalah kendaraan untuk menyampaikan pikiran. Dan, novel ini ditulis sebagai bentuk pembelaannya terhadap sosok janda. Bahwa tak ada yang benar-benar memahami kehidupan para janda, selain janda itu sendiri. Selamat menikmati Pesta Para Janda.***

No comments:

Post a Comment