bayangkan sebuah kota tanpa senyummu
maka yang ada hanya rasa hampa
ketika cahaya senja
menyepuh bangunan-bangunan tua
ketika matamu menerawang jauh
pada rindu yang tak kunjung tiba
namun, di Pematangsiantar kau selalu
merenungi waktu yang mengubah wajah kota
riuh kendaraan seakan irama musik
yang setia menghibur sepi hari tuamu
mungkin kau ingin menempel secarik puisi
di tugu alun-alun atau di tembok balai kota
mungkin kau ingin cahaya
lelampu merkuri memberkatimu
ketika kau berjalan menyusuri
trotoar malam hari
mencari sisa jejak masa silam
yang hanya ada dalam kenanganmu
barangkali hanya puisi
yang mengasihimu
ketika riuh kota menelanmu
(Wayan Jengki Sunarta 2018)