(Tulisan pengantar pameran tunggal Made ‘Romi’ Sukadana, bertajuk “Sebuah
Nama”, di Ten Fine Art Gallery, Sanur, 27 Desember 2009 – 10 Januari 2010)
Oleh:
Wayan Sunarta
![]() |
(Demi Sebuah Nama, karya Romi Sukadana) |
Penyair
dan dramawan legendaris Inggris, William Shakespeare, pernah melontarkan
sekelumit kalimat terkenal dalam naskah dramanya, Romeo and Juliet. Kalimat beraroma eksistensialis itu mengandung
setengah pernyataan, setengah pertanyaan: “Apalah artinya sebuah nama?”
Namun,
bagi I Made “Romi” Sukadana, sebuah nama sangatlah berarti. Hakikat nama
mengandung pencarian jati diri, perjuangan, pertahanan, reputasi, doa, harapan dan
kebanggaan. Dalam pengertian luas, nama seringkali berkaitan dengan identitas
dan eksistensi diri. Ada pertarungan dan pertaruhan di sana. Tentu saja sebagai
pelukis, selain nama, yang diadu dan dipertaruhkan adalah kepiawaian
menciptakan karya-karya bernas, yang dikenang sepanjang masa. Dan, nama si
pelukis akan tercatat dengan tinta emas dan memperoleh pengakuan luas dalam
dunia kesenian. Sebagian besar pelukis tentu mengharapkan hal itu.
Berdasarkan
perenungan akan hakikat nama itulah pameran ini diberi tajuk “Sebuah Nama”. Petarung
(petinju, pegulat) dipilih sebagai subjek matter dan figur yang secara simbolis
mewakili semangat memperjuangkan sebuah nama dan gelar, demi pengakuan dan
eksistensi diri. Tentu saja juga demi kejayaan, ketenaran dan kemakmuran.
Pameran
ini menampilkan sejumlah lukisan terbaru Romi, yang diciptakan dengan memadukan
cat akrilik, cat minyak dan pastel. Tentu saja karakteristik semua bahan itu
berbeda. Romi ingin menampilkan ketegasan akrilik, kelenturan cat minyak dan
kelembutan pastel. Teknik yang dipakainya pun sedikit berbeda. Figur-figur petarung
dilukisnya secara realis pada hamparan kanvasnya. Kemudian, dia mempermak,
mendistorsi, dan memberikan aksentuasi tertentu pada setiap lukisannya, seperti
coretan dan arsiran pastel, lelehan cat, dan sebagainya. Semua itu demi
kebebasan ekspresi dan untuk memunculkan efek-efek tertentu.
Lukisan-lukisan
terbaru Romi berkisah tentang petarung (petinju, pegulat) dalam arti
sesungguhnya. Namun, di balik itu dapat ditangkap makna simbolis yang ingin
disampaikannya. Petarung menjadi metafora atau kiasan untuk mengungkapkan suatu
situasi dan kondisi yang berkaitan dengan dunia kesenian, khususnya seni rupa. Bagi
Romi, dunia seni rupa tidak jauh beda dengan arena pertarungan dimana setiap
pelukis/perupa mempertaruhkan dan mempertahankan karya serta nama baiknya demi
sebuah gelar, kebanggaan, kejayaan, ketenaran, kehormatan, dan kemakmuran.
Arena
pertarungan merupakan sebuah sistem, dibangun oleh berbagai elemen yang saling
berkaitan. Ada petarung, pelatih, promotor, juri/wasit, penonton, komentator,
pengulas, media massa, dan sebagainya. Tentu saja arena pertarungan disusupi
juga dengan trik, intrik, politik, bisnis, spekulasi, persaingan tidak sehat,
kecurangan, goreng-menggoreng, pembohongan publik, dan hal-hal di luar sportivitas.
Kalau dicermati, kondisi seni rupa mutakhir kita memang tidak jauh beda dengan
dunia tinju atau gulat.
![]() |
(Made 'Romi' Sukadana) |
Secara
tidak langsung, melalui lukisan-lukisannya, Romi sebenarnya ingin menyindir
kondisi seni rupa mutakhir kita. Misalnya, pada karya “Demi Sebuah Nama”, mengisahkan
balada seorang petarung yang demi mempertahankan nama dan ego, rela mempertaruhkan
apa saja, meski babak belur, terjatuh, dan berdarah-darah. Namun, di sisi lain,
bagi penonton yang haus hiburan, si petarung hanya pecundang. Bahkan, si petarung
menjadi objek taruhan/judi yang dirayakan penonton dengan gegap gempita. Tidak
jauh beda dengan sabungan ayam (tajen). Kalau dikaitkan dengan arena seni rupa,
tentu saja si petarung adalah simbolisasi dari
pelukis yang tidak sadar telah menjadi pecundang balai lelang dan pasar
seni rupa.
Lukisan
berjudul “Ambisi” mengisahkan seorang petarung (petinju) yang tekun berlatih
memukul samsak, bahkan tidak mengenal waktu, berlatih siang-malam. Petarung ini
sangat berambisi menjadi pemenang yang “the best of the best.” Meski berlatih
sangat keras, petarung lupa kalau di atas langit masih ada langit. Ambisi telah
membutakan kesadarannya. Ambisi tanpa kontrol membuat petarung menghalalkan
segala cara untuk meraih kemenangan. Misalnya, sudah jadi rahasia umum kalau sejumlah
pelukis memakai tukang gambar untuk mewujudkan ide-idenya di atas kanvas.
Mereka tidak perlu bersusah payah berlumuran cat. Cukup memberi sentuhan akhir
yang ringan saja, yakni tanda tangannya. Dan, bim salam bim, lukisan si tukang
gambar diakui sebagai ciptaannya sendiri.
Dengan
kekuatan fisik prima dan strategi jitu, seorang petarung harus siap menghadapi segala
resiko dari pilihannya, kapan pun dan di mana pun. Sama halnya dengan
memperjuangkan suatu keyakinan dalam berkesenian, merupakan sebuah pilihan
sadar dengan segala resikonya. Misalnya, kalau lukisan tidak laku, ya harus
bersiap mengutang kiri-kanan demi mempertahankan hidup. Hal itulah yang ingin
dikisahkan dalam lukisan berjudul “Petarung” ini. Sementara itu, lukisan
“Penantang” mengisahkan munculnya penantang-penantang baru yang siap bertarung.
Tentu saja mereka telah membekali diri dengan berbagai teknik dan strategi mumpuni.
Para penantang ini bisa dimaknai sebagai perupa muda yang banyak bermunculan di
arena pertarungan seni rupa, berlomba meraih nama, ketenaran dan kesuksesan.
![]() |
(Masih Tetap Bertahan, karya Romi Sukadana) |
Dan,
apa pun resiko dari sebuah pilihan, maka harus terus bertahan sambil memperhitungkan
segala sesuatunya dan menunggu waktu yang tepat untuk menyerang. Begitu
kira-kira maksud dari lukisan “Masih Tetap Bertahan”. Seperti terlihat dalam
lukisan “Kehormatan”, cita-cita tertinggi petarung sejati adalah meraih kehormatan,
pengakuan, dan eksistensi diri. Sama halnya dengan pertarungan sumo, petarung berupaya
meraih yokozuna tertinggi, juara dari juara. Dalam seni rupa, kehormatan adalah
pujian dan penghargaan masyarakat atas karya-karya bernas yang diciptakan perupa.
Setiap
pertarungan selalu memunculkan pemenang dan pecundang. Bahkan petarung
legendaris seperti Musashi pun, terus menerus mengasah ilmu pedangnya agar
mampu mengalahkan musuh-musuhnya, meraih kehormatan dan mempertahankan eksistensi
dirinya. Meskipun pada akhirnya Musashi sadar, semua pertarungan itu tidak lagi
berguna ketika ada jalan lain yang lebih menggodanya: Nirwana. Tentu saja,
tantangan terbesar untuk mencapai itu adalah mengalahkan musuh-musuh di dalam
diri. Dan, apalah artinya sebuah nama ketika kesejatian diri tidak lagi terikat
dengan berbagai macam sebutan.
Namun, menurut Romi, setiap petarung
sejati tetap berupaya mempertahankan sebuah nama. Begitu juga seniman, berkarya
demi untuk karya itu sendiri, dan tentu saja demi nama.***
Manfaat Pakan Gabah Untuk Ayam Aduan Bagus
ReplyDeleteDepos1288
Kumpulan Arti Mimpi Tentang Lilin Dalam Togel Terlengkap
ReplyDeleteTafsir Mimpi Akurat
Info Lengkap Si Mistis Ayam Aduan Sisik Hijau Kering
ReplyDeleteDaftar Sabung Ayam