Oleh : Wayan Sunarta
Judul : Pesta Para Janda
Penulis : Yunis Kartika
Penerbit : Chibi Publisher, Bandung
Tebal : xiv + 221 halaman
Cetakan
II : November 2012
Akhir-akhir ini, kaum perempuan semakin meminati
dunia tulis menulis. Dari pelajar, pegawai, artis, hingga ibu-ibu rumah tangga,
seakan berlomba-lomba memproduksi tulisan. Tak hanya puisi, mereka juga menulis
esai, cerpen, cerbung, novel, biografi. Kegairahan menulis ini juga didukung
oleh dunia panerbitan yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada para
perempuan berekspresi dan menerbitkan tulisannya.
Tentu saja ada banyak cara untuk
mempublikasikan tulisan. Jika tak lolos di jalur penerbitan mainstream, penerbitan indie bisa menjadi solusi, mendanai,
memasarkan atau mendistribusikan buku-buku yang diterbitkannya secara mandiri.
Jika tak dimuat di koran atau majalah, media jejaring sosial bisa menjadi
pilihan yang mengasikkan, seperti web site, blog, twitter, facebook, dan
sebagainya.
Dengan menulis, perempuan bisa leluasa menceritakan
tentang dunianya, atau hal-hal yang menggelisahkan hatinya, dan tentu saja
menjadi sarana berbagi informasi. Misalnya, kita dengan mudah menemukan novel perihal
persoalan dan kehidupan perempuan yang ditulis oleh perempuan. Bahkan, tak
jarang, dalam sejumlah novel, soal perselingkuhan hingga urusan ranjang
dikisahkan dengan terbuka.
Salah satu novel yang berkisah perihal
perempuan adalah “Pesta Para Janda” yang ditulis oleh Yunis Kartika. Yunis
adalah lulusan jurusan Teater STSI Bandung dan Master Seni Rupa FSRD Institut
Teknologi Bandung. Sejak remaja, dia telah menulis puisi, cerpen, esai, naskah
drama, dan ulasan seni di sejumlah media massa. Sebagai penekun teater, dia
tercatat menjadi anggota Women Playwright
International (WPI). Kumpulan naskah dramanya yang telah terbit bertajuk Ontogenesis. Pesta Para Janda adalah
novel ketiganya, setelah Lets Rock the
Cyber (2006), Giant Amor (2009).
Pesta Para Janda adalah cerita kehidupan
empat janda, yakni Kinga, Ally, Yulia dan Prita. Kinga adalah seorang seniman
dan penulis full time. Janda satu
anak ini sosok yang feminim, namun tegas. Kegagalan rumah tangga tak membuat
gairahnya lenyap untuk mengejar karier, menikmati hidup, dan menjalin hubungan
dengan pria. Ally seorang pekerja freelance
di sebuah event organiser. Janda tiga anak ini mampu memikat laki-laki dengan
pesonanya. Dia percaya diri, namun terkesan angkuh. Kehidupan rumah tangganya
berantakan karena kehadiran wanita lain. Ally lalu melancarkan balas dendam
dengan cara menjalin hubungan dengan pria-pria beristri.
Yulia, janda satu anak, sosok perempuan yang
cerdas, menguasai banyak bahasa asing. Dia menikah dengan lelaki Belanda. Namun
mertuanya tak menyukainya. Mereka sering terlibat pertengkaran. Yulia memilih
cerai dan terlibat konflik perebutan hak asuh atas anaknya. Sementara itu, Prita
adalah janda dengan dua anak. Suka berdandan. Sosok pekerja keras. Namun,
seringkali hubungannya dengan pria membuat kariernya terhambat.
Persahabatan empat janda ini berkelindan
dengan berbagai persoalan yang mereka hadapi. Tentang masa depan anak,
keinginan memiliki pendamping hidup, pandangan miring orang terhadap sosok
janda, soal karier, soal kesepian, hingga urusan ranjang. Namun, mereka berusaha
tegar menghadapi kenyataan perkawinan yang berakhir perceraian. Mereka berusaha
menjalani kehidupan dengan menyenangkan, kongkow, pesta, mengejar karier,
memburu kekasih idaman. Namun, sebagai seorang ibu, mereka tetap terikat pada
tanggung jawab memelihara dan mengurus anak-anaknya.
Novel ini menjadi menarik karena
mengisahkan persoalan kehidupan yang dihadapi janda dari sudut pandang janda
itu sendiri. Selain memburu kebahagiaan dengan caranya masing-masing, mereka
juga berjuang demi anak, ekonomi, impian, dan tentunya cinta. Mereka tak hanya
bermimpi, namun berusaha mewujudkannya, meski kadang dengan berbagai cara. Keempat
tokoh dalam novel ini menganggap menjadi janda bukan berarti kiamatnya seluruh
kehidupan.
Persahabatan mereka juga dibumbui dengan
persoalan asmara, cinta segi tiga, konspirasi, intrik, fitnah dan pengkhiatan
yang dilakukan oleh teman sendiri. Kinga menjadi korban dari konspirasi
teman-temannya sesama janda. Kinga difitnah telah berselingkuh dengan Sony,
sehingga kekasihnya, Ben, menjadi kecewa. Fitnah itu dirancang oleh Uda,
kekasih Ally, untuk menggagalkan hubungan Kinga dengan Ben. Hubungan pertemanan
sesama janda itu sempat berantakan. Namun, akhirnya, mereka menyadari
kekeliruan bahwa tak sepantasnya hubungan pertemanan mereka dirusak oleh ambisi
laki-laki.
Cerita dalam novel ini mengalir dalam
alur yang runut. Gaya bercerita dan bahasanya ringan, namun lincah, sehingga enak
dibaca sambil minum kopi. Hal yang bisa direnungi dari isi novel ini adalah
arti penting persahabatan. Hendaknya jangan menghancurkan persahabatan, hanya karena
egoisme ataupun ambisi pribadi. Seseorang bisa disebut sahabat adalah ketika
orang itu ada pada saat kita gembira maupun kesusahan. Renungan lainnya lagi,
menyandang status janda, meski sulit, bukan berarti tidak bisa menghadapi
kerasnya kehidupan dengan riang gembira.
Dalam kata pengantar novel ini, Yunis
mengatakan memang sulit menjadi perempuan apalagi dengan status janda, terutama
dalam relasi pertemanan dengan sesama perempuan. Kadangkala terjadi persaingan
terselubung yang tak sehat. Sangat sulit mencari teman perempuan yang tulus.
Hubungan pertemanan dengan sesama perempuan relatif lebih rumit ketimbang
pertemanan dengan lelaki. Selain itu, status janda seringkali menjadi bahan
olok-olok dalam pergaulan sosial. Orang-orang dengan mudah menyudutkan dan melecehkan
sosok janda.
Bagi Yunis, menulis adalah kendaraan
untuk menyampaikan pikiran. Dan, novel ini ditulis sebagai bentuk pembelaannya
terhadap sosok janda. Bahwa tak ada yang benar-benar memahami kehidupan para
janda, selain janda itu sendiri. Selamat menikmati Pesta Para Janda.***
No comments:
Post a Comment