Sajak-sajak Wayan Sunarta
Sarkopagus Alasangker, Buleleng
mesti dengan apa lagi kukisahkan padamu
nubuat yang kubuat bagi keturunanmu
telah sempurna
terbuka
namun kau lebih suka merayu waktu
tanpa mau menjenguk kawasanku
masa lalu telah menyerpih
dan jadi abu dalam
diriku
tertimbun dalam periuk tanah liat,
bersama kalung manik-manik, gelang perunggu,
tombak usang dan kenangan
lapuk
mengapa kau tiada mampu membaca nujuman itu
aku telah guratkan segala tanda di dinding
tebing
aku telah tatah di setiap
jiwa manusia
kerajaanku akan bangkit
sebab kau memaksaku tiba pada kerinduan purba
apa
yang tiada luput dari kabut
yang menyisir perkampungan dan hutan keramat
yang dihuni para danyang dan
memedi
beri aku bunga embun
agar waktu kembali mencair
dari ruhku yang kelam,
sekelam kutukan batu-batu di hunian ini
kau tak paham makna pertemuan
apa yang bisa diimpikan sepasang kijang
yang terpanah di tengah hutan gersang
saat asmara mencapai ubun-ubun
kedalaman tanah moyangku
daerah istirah yang selalu membayang
kepayang
pada pepucuk pohon lontar
yang kau sadap jadi
tuak
dan kau guratkan aksara purba di bumbungnya
tapi
kau tak pernah usai
mengurai nujuman itu
senja akan musnah
dan mata tiada jenuh bergelut
dengan kemesraan maut
peramal tua itu telah tiba
dari jalan hidupmu yang hampa kata-kata
mengapa kau tiada ikuti kemauan jiwa
ketika hari makin genap dalam perjamuan cinta
pada akhirnya kita hanya
tumpukan kerangka tiada guna
namun aku telah menyibakkan jalan
bagi segala kenangan
yang melintasi aliran nadimu
Alasangker menyungkupi kebisuanku
beribu-ribu tahun
cuaca telah membaca nubuat yang kugurat
pada pohon-pohon dan batu-batu
maka begitu pula aku membacamu
dari tidur abadiku
(Bali, 2008)