Labels

Friday 21 October 2011

Puisi-puisi 2003

Sajak-sajak Wayan Sunarta

Pilar Senja

    

pada pilar senja
      rahasia hari tertera
akhirnya garis tanganmu membuka
         nubuat yang telah dikekalkan
ingin aku merengkuhmu
      tanpa mesti ada ruh lain
atau pendaman rahasia

di mana kau peram benih kelam
        entah serupa apa kau kenang aku
wujud yang kemilau sebelum kau ada
          ilahi pun menyusun puisi untukmu
ketika waktu tiba di muka gapura
        usap wajahku hingga sempurna ruhku


2003


                 Abu Aku Dalam Bara Apimu


walau kau selusuri garis edar,
arah yang melahirkanku di tepi pagi
yatim-piatu aku dalam bumi puisi
abdi letih kembaramu
nestapa membaca nujuman itu

sabitah, bintang mungil yang kekal itu
ulurkan kenangan ke langit arasy
nalam yang kau gubah begitu muram
adalah pesona surga yang lama kulupa
rabi, rabuku remuk sebab ilhammu membuncah
tafakur aku, takluk dalam ilusimu, ilahi
abu aku dalam bara apimu.


2003


                 Riwayat


riwayat ayat suci kau lebur
erang panjang serupa kiamat warna
violet yang meredam gemuruh jiwa
oase terakhir adalah nadi
lalu akan kau apakan warisan sunyi
uap garam pada helai-helai rambutmu
samarkan peta yang kubuka tergesa
inginku kau berlalu sepenuh waktu

dari menara mercusuar kau lontarkan kutuk
aib melata ke seluruh pesisir
riwayat raib dalam rahasia semesta
ingkar pada pusaran takdir

badai yang memenuhi pagi
abai pada gurat syair terakhirmu
luka yang kau toreh di lambungku
ilham yang menumbuk riwayatmu berdebu


2003
  

Bocah Bermain Ayunan

bocah bermain ayunan
di tangga menuju awan
dia berputar-putar pada dua tali
                  dari tumbuhan jalar
terus berputar dan berayun
seolah menduga di tangga ke berapa
                           pintu surga terbuka

dari gaun putihnya
tiga merpati bersih hambur
langit begitu biru
seperti mata bocah perempuan
yang bermain ayunan itu

di tangga ke sembilan
sosok tua berjubah kelam
melepas helai demi helai kertas ke udara

kertas-kertas melayang
menjelma burung
namaku
atau namamu
tertulis entah
pada helai kertas ke berapa

bocah perempuan itu
larut bermain di awan
perlahan dia menjadi ayunan

pintu surga
belum juga terbuka


2003

                 Kaliurang



di pucuk-pucuk pakis
di kulit-kulit pohon cemara
kugurat namamu

jalan setapak ini
entah menuju arah mana
kita hanya bisa menyusuri
tanpa tahu batas pasti
dari kelam rimba

hanya halimun
melamun di pucuk pepohonan
kita terus mendaki
merasa waktu telah menunggu
di puncak kaliurang


2003

                 Bulan pun Layu

                 angin pun layu
mengenang bayangmu
yang menggenang di kubangan warna
kau beringsut ke arah senja
tak pernah tahu
di mana perahu berlabuh
hanya tiang-tiang layar
hampir patah
dan angin garam
mengaduk kalbu

aku mengenang usia bumi
kau hanya mengulum senyum
dan kita tahu
jiwa hanya sesuatu
yang hablur dalam didih waktu

warna ungu menjerit lirih
pada bidang kanvasmu
angin garam dari pantai selatan
bersuir-suir membungkus jiwamu letih

di ketewel, sebuah desa
dan kerumunan arca-arca dewa
aku menemu sisa waktu
menguap dari hidupmu

warna-warna leleh
dalam gairah yang patah
seperti garis atau gurat
pada kening kelabumu


2003

                 
                  Dua Jiwa Sesat


we’re just two lost souls swimming in a fish bowl
year after year
running over the same old ground
         (wish you were here, pink ployd, 1975)

kau dan aku
dilaknati langit malam
kau simpan derita masa lalu
di lusuh saku bajumu
malam menjadi kawan karib kaum insomnia

kau dan aku, dua jiwa sesat
terperangkap jala nasib
tak mungkin luput dari jerat masa silam
yang kelamnya lebih kelam
dari langit malam warna kelabu

dua lusin puntung rokok
bercampur abu dalam asbak
“aku perlu sigaret,” kata kau
“aku rindu mariyuana,” ucapku

kau dan aku, dua jiwa sesat
sampai kapan akan kau ikuti
                         nujuman ini?
kita bertemu di simpang jalan
lalu berpisah mengikuti jalan
yang kita cipta dalam pikiran

kita tak ingin seperti ikan
dalam akuarium
hanya berenang dan berputar
pada lingkaran yang sama
sampai waktu beku di luar kaca

kau dan aku, dua jiwa sesat
kita berenang di langit malam warna kelabu
dan kau telah reguk rahasia itu
tubuh berpeluh. jiwa mengeluh
dan insomnia terus mendedah
kau dan aku


2003



Di Rumah Tukang Syair
     -buat zain hae-


di pelataran surau tumbuh sepohon kecapi
di bawah teduhnya bocah-bocah belajar mengaji
emak menanak nasi dan mengulek sambel terasi
kau sibuk berseteru dengan puisi

di ujung gang pada remang senja
none betawi girang cengkerama
tak peduli hiruk-pikuk pusat kota
ranum bibirnya tanpa gincu
dan betisnya..ai..ai..ai…berkilau

abah bergurau dengan bedug tua
sambil membetulkan letak kopiah di kepala
emak memanggilmu pulang untuk makan malam
di meja makan terhidang: soto betawi,
nasi mengepul, ikan mujair, petai
dan sambel terasi

ai..ai..ai..
aku seperti di rumah sendiri


2003

No comments:

Post a Comment