Pesisir Jimbaran
di tanah cuaca tanah tropika
kita terlahir
menuntun
perjalanan sebuah sejarah
ayu,
terlalu banyak saudara kita
yang
jadi berjiwa budak
terlalu banyak
tak
henti angin asing datang gemuruh
menggusur tanahmu rawabakaumu
bukitkapurmu pasirputihmu
mereka
renggut
purnama
yang terbit
dari
indah mata bersitatap
redup saat laut surut:
di
rawarawa di bakaubakau
di
karangkarang di pasirpasir
hotelhotel
menjalar bagai parasit
terlalu banyak
yang tak bisa hidup sahaja
di
pesisir ini, ayu, kita rindu nelayan berlagu
pulang dari laut jauh
kita
kenang penyu bertelur saat bulan penuh
kita
kangen manggang ikan di bawah gemintang
bercengkerama
dengan angin garam
di malam
langit jimbaran
kita hanya bisa kangen
tak mampu berbuat apa
namun
ada kupunya mimpi
menjaga tanah bali
dalam rangkuman kasih puisi
Ibu
tak perlu kau risau, ibu
jejak
langkah cintaku telah terhenti di sini
selalu
saja ada bagian dari keheninganku
yang lindap
ibu,
dengan kasih apa kau asuh aku
belajar
paham akan cinta bumi
yang
mempersembahkan ketulusan hati
bagi
mereka yang selalu merasa lapar
jalan
mana lagi mesti kutempuh
sebagai
pecinta sekaligus pesakitan
aku
telah merasa paham
sebagai
bagian dari semesta alam
biarlah
aku di sini, ibu
tak
perlu kau risaukan lagi aku
1996
Laron
tuhan
sampai
kapan kau
meminjami
aku
sayap?
1996
Lovina
dan
camar dan laut dan lumbalumba
membagi
air matanya
bagi kita
pada
desir senja
pohon
ketapang muda
mengigau
melepas
usia pasir garam
aku
dipukau laut di matamu
penuh
pusaran tak terduga
ada yang asing
terlalu
aku mengenal laut
terlalu
rindu terlalu dungu
terlalu
pelabuhan
daun
ketapang muda luruh
angin betina
menyeretnya
ke tengah ombak
ada
apa pada diriku
sesuatu menyungkupi batin
lovina,
tak tahu aku
dengan
apa mesti
kuabadikan
pertemuan ini
dengan
puisi tak jadi
atau
dengan lagu pilu
satu
hal telah pasti
kita
akan kembali
pada
sunyi diri
lovina,
tak tahu aku
apa
yang mampu kulakukan
bila
memuncak rindu
jaga
dirimu
dan
kenangan kita
1996
Ijogading
yang
sunyi di sini
dibawa
bunga hanyut
susuri
sungai karma
ijogading.
ijogading. ijogading
alir
air hayat bumi makepung
aliri
lara rindu lebai
rerimbun
pohon pantun di pasisi
memukat
kenangan nelayan
menyimak
cengkerama kunangkunang
di
langit malam ijogading
bulan
sabit menoreh sauh jiwa
saat
batin zikir sembahyang
loloan
timur. ijogading. loloan barat
nyaman
abadi dipangku anak dara
rumah
panggung memeram hangat tubuhku
si
lebai perindu yang merinding haru
dengar
burdah syair
lebai.
ijogading. lebai
mengalir
masuk nadimu
pusat
ilham hayati
melepas
jangkar rindu
melabuh
diri di pangkuan bumi
ke
muara. ke muara
lepas
perjalanan
menemu
haru cuaca
1996
Selat Lombok
harum
tubuhmu
tiba
lagi
merebak
menyesaki
geladak
aku
mabuk
mabuk
sekawanan
hiu
menyeret
lamunanku
ke
ceruk paling biru
dari
lautmu
hati
menyentuh hati
harum
ranum cinta
yang
bikin aku tak jemu
memuja
luka
rangkuman
citra senja
selintas
angin relakan
ikuti
kemauan lamunan
isyarat
resah batin
menggapai
pelabuhan
demi
pelabuhan
batinmu
lautan dalam
angin,
camar, lumbalumba
bahkan
hiu hiu tak mampu
mengusiknya
dengan warna
paling
karib dari hidupku
lamunanku
angin
pun
camar rela
menggugurkan
siulnya
demi
pekik manja
terompet
perahu
yang
melabuhkan
persekutuan
aku
dan
kau
1996
Usai
Tarian
lirih
tarian kecak
meluruhkan
lakon lakon
hanyut
entah ke mana
sesekali
dengan diri
kita
saling tak mengerti
tak
tahu arah yang mesti ditempuh
usai
perjalanan meletihkan ini
lumat
masa lalu. basuh luka
dan rasakan
esok
entah berupa apa
keasingan
manusia,
gubug
lusuh di sudut senja
keengganan
memancar
deraan takdir
sandiwara tanpa jiwa
basuh
kenangan. lumat kekasihmu !
suara
kecak luruh
senja
lirih
melarung
rama
dan
sita
ngalir
ke barat. ke barat
1996
Baluk
Rening, Jembrana
di
sini, cinta menyapa pantai
desir
angin, buyar pasir, senyum jelitaku
adalah
ombak yang tak bosan bercerita
tentang
mawar laut, lambaian nyiur
pandan wangi
atau
camar yang tak pulang
di
baluk rening
wangi
tubuhmu menghanyutkan gairahku
ombak
yang selalu membuih di dalam jiwa
o, jelitaku
pandan wangi
gerai
rambutmu di angin garam
jelitaku
yang penuh senyum
menggandeng
lengan pengembara
di pantai kita menari
bersama
pasir, ombak, angin
yang
tak bosan menyapa sang jiwa
jelitaku
pandan wangi
di
hatiku mencari sunyi
1996
Jimbaran
kau bikin aku gila
bentangan
bukit kapur
lintasan
hutan bakau
yang dalammu sembunyi
perawan puisi
beri
aku asin laut
biar
lepas hausku mengulum rindu
telah tiba segalanya
mainan takdir
tanpa akhir
aku
penunggang angin payau
datang dari timur
letih ngembara jauh
beri aku berteduh di gubug garammu
biar sempurna kelahiranku
sempurna
aku bernama manusia
kau bikin aku gila, bunga manja
sebelum
angin barat menebar benih
atas bukit kapurmu
bila susah aku menjangkaumu
aku
tetap menunggu
sampai akhir waktuku
1996
Kampung Selimut, Loloan Barat
tak ada sisa kata
pada bayangan mawar
di bawah rumah panggung itu
rindu terlalu dungu
hingga kubiarkan mengalir
kau elus hatiku
dengan jelita cintamu
wajah dari mawar
memeram keheningan
di sungai ijogading
serumpun bambu
temaram cahaya pelita
hati yang mendoa
pada sebentuk cinta
hati yang mawar
kucium di balik tingkap
di kampung selimut
1996
Pura
Jati, Batur
bersama bunga
yang dibawa angin lembah
aku tiba di garbamu
di bawah siraman purnama
di hening batin
puluhan cemara
mengidungkan asmaradana
dulu pernah aku melupakanmu
kini pesonamu begitu memukau
merangkum lahir dan batinku
aku lelap dalam pelukmu
walau udara dingin dan kabut
tak henti membungkus semadiku
aku hangat dalam dekapmu
pepohonan memekarkan bunganya
pinus, endapan lahar batur, cemara
bersahutan dalam nyanyi sunari
begitu dalam percintaan kita
cinta yang dihantar wangi bunga
wangi dupa, hening tirta
dan tatapan lugu mata bocah
1996
Anggrek
Bulan
wajah putih
anggrek bulan
tak sepenuhnya kupahami
di tengah taman kata
kau merasa sunyi
merasa ditinggalkan waktu
embun netes dari
mata
berkelopak putih
mendera bait-bait sajak
yang makin kehilangan pijak
pernah dulu aku
paham embun itu
begitu lembut belai batin
menyegarkan kenangan
kekasih
kau pernah mengajariku
bagaimana mesti bermain cinta
di bawah guguran purnama
di tengah pasang surut gelora jiwa
hingga wangimu tak lagi sempurna
kuperam sebagai nyanyian kedasih
di larut malam yang letih
1996
Perempuan
berkali-kali telah kulebur
gairahmu dalam semadi mawar
dulu terlalu dungu aku
menangkap isyarat redup matamu
tatapan ngeri beribu duri
yang menghunjam batinku bertubi-tubi
saat terjaga dari samadi mawar
dunia kita telah jadi beda
aku jelmaan kesunyian hutan
kau wujud gemerlap lampu-lampu kota
perempuan, dengan redup matamu
kembalikan aku, kembalikan aku
ke dalam samadi mawar
1996
Gandhari
drestharata, kesetiaanku padamu
seperti lumut-lumut yang bertahun
menjalar di tembok-tembok purimu
tiga bidadari mungil
menari di pelataran senja
kubutakan mataku
agar bisa meresapi keindahan
asmarandana yang kau lantunkan
dengan anyir seratus gumpal darah
sesungguhnya kita tak punya apa-apa
lagi
namun kita masih saja buta
pada kenyataan yang paling muskil
sekalipun
dengarlah suara
genta
yang ditabuh para
brahmana
di pelataran candi tua itu
beribu-ribu mati
mengambang dalam udara
cinta harus dimusnahkan
bukan lantaran aku tak setia
lumut lumut yang tumbuh
di tembok-tembok purimu
akan mengekalkan cinta kita
1996
Uluwatu
pada mata ikan aku menemu
lelehan senja dan pecahan perahu
nirartha, tunjukkan aku
berapa jauh pesona hyang
memukau kembaramu
hingga kau termangu di tepi cadas itu
telah kau tuntaskan samadi
di atas batu biru
yang menguak rahasia fajar
jalan setapak menuju taman langit
aku pun perlahan meleleh
dalam pecahan perahumu
1996
-buat andre syahreza-
lengking pilu terompet perahu
makin sayup
daratan bali perlahan
menjelma igauan-igauan
tengah laut
pikiran-pikiran keruh
diri makin asing
secangkir kopi pahit
secangkir kesunyianku
kursi-kursi perahu ini
entah berapa lama
menyimpan mata pasrah
penumpang
yang memilih duduk
dekat pelampung
ah, biar saja sempurna
deru mesin itu menghantui sunyi
sedang tanah bali
semakin hadirkan kepiluan pesisirnya
1996
Bulan
dan Kucing Putih
kulihat bulan
di liang mata
kucing putih
aku lahir pada bulan keenam
dari perjalanan bulan
lihat, riang aku menari
bersama duka bersama bulan
bersama kucing putihku
pada mata kuyu jelata
aku hangatkan bulan
biar bulan tetap ada
pada mata kucing putih
aku tak makan tanpa bulan
biar aku kelaparan bersama bulan
jika aku mati
bersama bulan rohku menari
jauh dari neraka api
sebab bulan ada pada mata
kucing putih
1996
Pura Sakenan
bertahun-tahun aku mengarungi
kerinduan ini, kekasih
membawa bunga ombak
dan serpihan jiwaku
terlahir aku kembali
dengan wujud yang berbeda
hingga kesunyian rindu
melabuhkan aku di pesisirmu
tiadalah mungkin aku
melupakan wajahmu
sebab perahu cintaku
senantiasa berkayuh
di teduh lautmu
1996
Malam Mawar
terasa masih perih
jejak gigimu di bibirku
aku hanyut bagai lumpur
dan tak tahu terdampar
di negeri yang mana
setelah segala cinta
telah jadi puing luka
angin kembali mengantar
wangi tubuhmu
malam yang mawar
terbiasa dengan luka
hingga nyata apa yang ada
dalam pelukan sunyi
beri aku rasa luka
tikamkan perih itu ke jantungku
setelah selesai segala permainan
malam yang mawar
terasa masih perih
jejak gigimu di bibirku
1996
No comments:
Post a Comment