Labels

Thursday, 20 October 2011

Puisi-puisi 1996

                Sajak-sajak Wayan Sunarta

Pesisir  Jimbaran


di tanah cuaca tanah tropika
kita terlahir
menuntun perjalanan sebuah sejarah

ayu, terlalu banyak saudara kita
yang jadi berjiwa budak
   terlalu banyak
tak henti angin asing datang gemuruh
    menggusur tanahmu rawabakaumu
               bukitkapurmu pasirputihmu

mereka renggut
purnama yang terbit
dari indah mata bersitatap
redup saat laut surut:
di rawarawa di bakaubakau
di karangkarang di pasirpasir
hotelhotel menjalar bagai parasit

terlalu banyak
yang tak bisa hidup sahaja

di pesisir ini, ayu, kita rindu nelayan berlagu
          pulang dari laut jauh
kita kenang penyu bertelur saat bulan penuh
kita kangen manggang ikan di bawah gemintang
bercengkerama dengan angin garam
                                    di malam langit jimbaran

kita hanya bisa kangen
tak mampu berbuat apa

namun ada kupunya mimpi
          menjaga tanah bali
dalam rangkuman kasih puisi


1996



 
Ibu


tak perlu kau risau, ibu
jejak langkah cintaku telah terhenti di sini
selalu saja ada bagian dari keheninganku
                                              yang lindap

ibu, dengan kasih apa kau asuh aku
belajar paham akan cinta bumi
yang mempersembahkan ketulusan hati
bagi mereka yang selalu merasa lapar

jalan mana lagi mesti kutempuh
sebagai pecinta sekaligus pesakitan
aku telah merasa paham
sebagai bagian dari semesta alam

biarlah aku di sini, ibu
tak perlu kau risaukan lagi aku


1996




Laron


tuhan
sampai kapan kau
meminjami aku
sayap?


1996





Lovina


dan camar dan laut dan lumbalumba
membagi air matanya
                           bagi kita

pada desir senja
pohon ketapang muda
         mengigau
melepas usia pasir garam

aku dipukau laut di matamu
penuh pusaran tak terduga
         ada yang asing
terlalu aku mengenal laut
terlalu rindu terlalu dungu
terlalu pelabuhan

daun ketapang muda luruh
          angin betina
menyeretnya ke tengah ombak

ada apa pada diriku
sesuatu menyungkupi batin

lovina, tak tahu aku
dengan apa mesti
kuabadikan pertemuan ini
dengan puisi tak jadi
atau dengan lagu pilu

satu hal telah pasti
kita akan kembali
pada sunyi diri

lovina, tak tahu aku
apa yang mampu kulakukan
bila memuncak rindu

jaga dirimu
dan kenangan kita


1996


 
Ijogading


yang sunyi di sini
dibawa bunga hanyut
susuri sungai karma

ijogading. ijogading. ijogading
alir air hayat bumi makepung
aliri lara rindu lebai
rerimbun pohon pantun di pasisi
memukat kenangan nelayan

menyimak cengkerama kunangkunang
di langit malam ijogading
bulan sabit menoreh sauh jiwa
saat batin zikir sembahyang

loloan timur. ijogading. loloan barat
nyaman abadi dipangku anak dara
rumah panggung memeram hangat tubuhku
si lebai perindu yang merinding haru
dengar burdah syair

lebai. ijogading. lebai
mengalir masuk nadimu
pusat ilham hayati
melepas jangkar rindu
melabuh diri di pangkuan bumi

ke muara. ke muara
lepas perjalanan
menemu haru cuaca


1996



                Selat Lombok


harum tubuhmu
tiba lagi
merebak 
menyesaki geladak
aku mabuk
mabuk

sekawanan hiu
menyeret lamunanku
ke ceruk paling biru
dari lautmu

hati menyentuh hati
harum ranum cinta
yang bikin aku tak jemu
memuja luka
rangkuman citra senja

selintas angin relakan
ikuti kemauan lamunan
isyarat resah batin
menggapai pelabuhan
demi pelabuhan

batinmu lautan dalam
angin, camar, lumbalumba
bahkan hiu hiu tak mampu
mengusiknya dengan warna
paling karib dari hidupku

lamunanku angin
pun camar rela
menggugurkan siulnya
demi pekik manja
terompet perahu
yang melabuhkan
persekutuan aku
dan kau


1996





Usai Tarian


lirih tarian kecak
meluruhkan lakon lakon
hanyut entah ke mana

sesekali dengan diri
kita saling tak mengerti
tak tahu arah yang mesti ditempuh
usai perjalanan meletihkan ini

lumat masa lalu. basuh luka
       dan rasakan
esok entah berupa apa

keasingan manusia,
gubug lusuh di sudut senja
keengganan memancar
               deraan takdir
sandiwara tanpa jiwa

basuh kenangan. lumat kekasihmu !

suara kecak luruh
senja lirih
melarung rama
dan sita

ngalir ke barat. ke barat


1996



 Baluk Rening, Jembrana


di sini, cinta menyapa pantai
desir angin, buyar pasir, senyum jelitaku
adalah ombak yang tak bosan bercerita
tentang mawar laut, lambaian nyiur
         pandan wangi
atau camar yang tak pulang

di baluk  rening
wangi tubuhmu menghanyutkan gairahku
ombak yang selalu membuih di dalam jiwa
         o, jelitaku
                           pandan wangi
gerai rambutmu di angin garam

jelitaku yang penuh senyum
menggandeng lengan pengembara
         di pantai kita menari
bersama pasir, ombak, angin
yang tak bosan menyapa sang jiwa

jelitaku pandan wangi
di hatiku mencari sunyi


1996




Jimbaran


kau bikin aku gila
bentangan bukit kapur
lintasan hutan bakau
     yang dalammu sembunyi
               perawan puisi
beri aku asin laut
biar lepas hausku mengulum rindu
telah tiba segalanya
           mainan takdir
                        tanpa akhir

aku penunggang angin payau
     datang dari timur
                 letih ngembara jauh
beri aku berteduh di gubug garammu
                 biar sempurna kelahiranku
sempurna aku bernama manusia

         kau bikin aku gila, bunga manja

sebelum angin barat menebar benih
               atas bukit kapurmu
bila susah aku menjangkaumu
aku tetap menunggu
                        sampai akhir waktuku


1996


 Kampung Selimut, Loloan Barat


tak ada sisa kata
pada bayangan mawar
di bawah rumah panggung itu
rindu terlalu dungu
hingga kubiarkan mengalir

kau elus hatiku
dengan jelita cintamu
wajah dari mawar
memeram keheningan
di sungai ijogading

serumpun bambu
temaram cahaya pelita
hati yang mendoa
pada sebentuk cinta
hati yang mawar
kucium di balik tingkap
di kampung selimut


1996


 Pura Jati, Batur


bersama bunga
yang dibawa angin lembah
aku tiba di garbamu
di bawah siraman purnama
di hening batin

puluhan cemara
mengidungkan asmaradana
dulu pernah aku melupakanmu
kini pesonamu begitu memukau
merangkum lahir dan batinku
aku lelap dalam pelukmu
walau udara dingin dan kabut
tak henti membungkus semadiku
aku hangat dalam dekapmu

pepohonan memekarkan bunganya
pinus, endapan lahar batur, cemara
bersahutan dalam nyanyi sunari
begitu dalam percintaan kita
cinta yang dihantar wangi bunga
wangi dupa, hening tirta
dan tatapan lugu mata bocah


1996



 Anggrek Bulan


wajah putih
anggrek bulan
tak sepenuhnya kupahami
di tengah taman kata

kau merasa sunyi
merasa ditinggalkan waktu
embun netes dari mata
berkelopak putih
mendera bait-bait sajak
yang makin kehilangan pijak
pernah dulu aku paham embun itu
begitu lembut belai batin
menyegarkan kenangan

kekasih
kau pernah mengajariku
bagaimana mesti bermain cinta
di bawah guguran purnama
di tengah pasang surut gelora jiwa
hingga wangimu tak lagi sempurna
kuperam sebagai nyanyian kedasih
di larut malam yang letih


1996




Perempuan


berkali-kali telah kulebur
gairahmu dalam semadi mawar
dulu terlalu dungu aku
menangkap isyarat redup matamu
tatapan ngeri beribu duri
yang menghunjam batinku bertubi-tubi

saat terjaga dari samadi mawar
dunia kita telah jadi beda
aku jelmaan kesunyian hutan
kau wujud gemerlap lampu-lampu kota

perempuan, dengan redup matamu
kembalikan aku, kembalikan aku
ke dalam samadi mawar


1996                                           


 Gandhari


drestharata, kesetiaanku padamu
seperti lumut-lumut yang bertahun
menjalar di tembok-tembok purimu

tiga bidadari mungil
menari di pelataran senja
kubutakan mataku
agar bisa meresapi keindahan
asmarandana yang kau lantunkan

dengan anyir seratus gumpal darah
sesungguhnya kita tak punya apa-apa lagi
namun kita masih saja buta
pada kenyataan yang paling muskil sekalipun

dengarlah suara genta
yang ditabuh para brahmana
di pelataran candi tua itu
beribu-ribu mati
mengambang dalam udara
cinta harus dimusnahkan
bukan lantaran aku tak setia

lumut lumut yang tumbuh
di tembok-tembok purimu
akan mengekalkan cinta kita


1996

  
Uluwatu


pada mata ikan aku menemu
lelehan senja dan pecahan perahu

nirartha, tunjukkan aku
berapa jauh pesona hyang
memukau kembaramu
hingga kau termangu di tepi cadas itu

telah kau tuntaskan samadi
di atas batu biru
yang menguak rahasia fajar
jalan setapak menuju taman langit

aku pun perlahan meleleh
dalam pecahan perahumu


1996


                 Menyeberangi Selat Lombok           
     -buat andre syahreza-


lengking pilu terompet perahu
makin sayup
daratan bali perlahan
menjelma igauan-igauan
tengah laut

pikiran-pikiran keruh
diri makin asing
secangkir kopi pahit
secangkir kesunyianku

kursi-kursi perahu ini
entah berapa lama
menyimpan mata pasrah
penumpang
yang memilih duduk
dekat pelampung

ah, biar saja sempurna
deru mesin itu menghantui sunyi
sedang tanah bali
semakin hadirkan kepiluan pesisirnya


1996



 Bulan dan Kucing Putih


kulihat bulan
di liang mata
kucing putih
aku lahir pada bulan keenam
dari perjalanan bulan

lihat, riang aku menari
bersama duka bersama bulan
bersama kucing putihku

pada mata kuyu jelata
aku hangatkan bulan
biar bulan tetap ada
pada mata kucing putih
aku tak makan tanpa bulan
biar aku kelaparan bersama bulan

jika aku mati
bersama bulan rohku menari
jauh dari neraka api
sebab bulan ada pada mata
kucing putih


1996


Pura Sakenan

bertahun-tahun aku mengarungi
kerinduan ini, kekasih
membawa bunga ombak
dan serpihan jiwaku

terlahir aku kembali
dengan wujud yang berbeda
hingga kesunyian rindu
melabuhkan aku di pesisirmu

tiadalah mungkin aku
melupakan wajahmu
sebab perahu cintaku
senantiasa berkayuh
di teduh lautmu


1996



Malam Mawar

terasa masih perih
jejak gigimu di bibirku

aku hanyut bagai lumpur
dan tak tahu terdampar
di negeri yang mana
setelah segala cinta
telah jadi puing luka

angin kembali mengantar
wangi tubuhmu
malam yang mawar
terbiasa dengan luka
hingga nyata apa yang ada
dalam pelukan sunyi

beri aku rasa luka
tikamkan perih itu ke jantungku
setelah selesai segala permainan

malam yang mawar
terasa masih perih
jejak gigimu di bibirku


1996

No comments:

Post a Comment