Kusamba
deru
laut luruh
memucat
batinku
pesisir
hanya angin
gerai
rambutmu bergulung biru
jukung
kecilku berkayuh di situ
ada yang sirna
jerit
anak camar gemetar menunjuk kelam
melempar sunyiku ke gubug garam
dalam
dadamu muara lenyap
kau
pasir yang lupa tanah
ombak
merangkak
memulung
sisa kenangan
yang
membuih di licin tubuhmu
sia
sia
nafasku
sesak dicumbu waktu
duka
mengental
melukis
langit wajahmu
senja
surut
tubuhmu
tubuhku
menguap
jadi
garam
Kesiman
malam.
burung kenangan
sayap sayap pilu
termangu
di sudut jalan
di muram cuaca
menyulam bayang
masa
silamku
kelembutan tangan mawar
di
banjar tohpati
bulan
dengan rambut tergerai
menunggu
lelaki
pengembara
yang
berumah dalam kata
akankah tiba
malam
dalam genggaman mawar
burung
kenangan. simpanan sunyi
fajar matahari
1995
Puisi
dari Sungai
pada
bening sungai
berkali
kali kuterka wajahmu
ada yang berubah selalu
dari
kehijauan hati
kekasih
tiba
kenangan
berkilau
pada
mahkotanya
pada
bebatuan dan gemercik air
sepasang
ikan memeram harum lumut
o, jiwa yang biru
patahan
kayu yang dituntun sungai
dari mana aku bermula ?
segalanya
akan tua
namun
aku ingin seperti ikan
bercinta
di teduh sungai
tak
peduli sang pengail selalu mengintai
bila
saatnya tiba
aku
pun patahan kayu
yang
dituntun sungai
menuju
muaramu
1995
aku
lahir
sebagai
serbuk sari
angin
menuntunku
menuju
kepala putik
sudah
nujuman
aku
mesti mengigau
sendiri
melintasi sunyi
nyanyi
serangga
tiba
pada mimpi kepala putik
siul
angin meresap ke dalam dahan
pohon
bunga
menjadi
apa aku dalam taman ini
kami
damai dalam satu taman
tapi
mengapa angin
mematahkan
kepala putik
pemilik taman
memanen air matanya
sebagai
serbuk sari
aku
hanya bisa berduka
sendiri melintasi sunyi
nyanyi
serangga
1995
-
buat s.t.a. -
dari jantung malam
lirih
angin menyeru angan
penari berbibir embun
membujukmu
memasuki
lorong hening
o,
kabut yang mengurai rambut
di lembah batur
berapa
sudah bibir embun
sesat dalam mulut malam?
peluh
tubuh penari letih
menguap
bersama lapar dan
lelah pendakian
kabut
mencumbu danau
penari
merintih
perih
mengekalkan
malam
di jiwamu lebam
1995
Denpasar
toko
toko tua anyaman pengembara
jalan
gajah mada menggeliat
di
lekuk lekuk tubuh
betinaku
yang gairah
menyusuri
embun dinihari
kita
nikmati malam percintaan
dalam
adonan kasih soto babat
yang
melabuhkan resah lapar penyair
di
bawah jembatan cinta
terbayang
wajah kota yang renta
melulur
tubuh kenangan betinaku
1995
dari
darah dan air mata,
aku
susuri jalan yang kau buka
dengan
perih. di lengan malam
kau
panjatkan diam
aku tengadah kaku:
bintang
meluncur menuju
muara
waktu. dari mana aku
mau
ke mana aku
kau menyembul dari rekah tanah
menjelma
kematian dalam kematian
dan
tangis bayi di mulut malam yang lapar
melebur
haruku pada arus terakhir nafasmu
siapa akan meruwat
jagat yang sekarat?
biarkan aku mengigau
sampai
jauh memburu jejak kasihmu
hingga
batas penghabisan hayatku
biarlah
bintang yang jadi isyarat perjalananmu
lebur dalam
kering nadiku
dari
darah dan air mata
aku
berkayuh menuju muara waktu
1995
Dermaga Kayu
dermaga kayu di dasar sukma
menerima kandasan usia
yang lelah mengelana
gua-gua tebing karang
sarang sekaligus kuburan
bagi si elang laut
aku ingin suntuk mengigau
dalam nafas sunyimu
cahaya mercusuar letih
menuntun laju perahu
sebab nakhoda selalu ragu
menentu arah tuju
yang makin tak menentu
1995
kata telah patah
pada dingin senja
kau makin jauh
di udara
burung burung
bersiul murung
yang tak pernah kau pahami
mulut embun yang membuka
rahasia bunga
kata telah patah
kau sujud pada tanah
menadah keluh
air mata dan darah
1995
Kau Kutuk Sunyi Jadi Batu
telah kususuri
setapak sajak
yang dulu kau lalui
sambil sesekali mereguk arak
atau mengulum kuntum
bunga rumput
di batas cemas
aku terjaga
dan bergegas
tiba di gubugmu
terpukau aku
kembang lalang
mekar sempurna
kesuir angin
dan jejak basah hujan
candi tua
dan matamu
yang pucat senja
menunggu waktu
yang luruh
dalam tubuh
o, jiwa berlumut
kau kutuk sunyi
menjadi batu
bekal pendakianku
menuju puncak
paling nikmat
paling laknat
1995
Sepeda Tua
sepeda tua di sudut kelam
berapa kali musim rindu
mendera rentamu
pada putaran jeruji waktu
kaki mungil mengayuh angin
harapan menjadi kenangan
pada senja yang pikun
alangkah indah masa bocah
betapa ramah sepeda itu
menemani kenakalanmu
merambah halaman seputar rumah
hingga suatu waktu kakimu patah
jatuh dari sepeda tua itu
sungguh segar rasa sakit di akhir
senja
tapi betapa perih tangis pertama
saat ibu tersenyum menyambutmu
kita terlalu dungu menyelami
keberadaan
hingga tak tahu akan kemana setelah
itu
di sudut kelam hanya sepeda tua
meringkuk dalam rindu yang berkarat
hanya kepadamu
1995
Datang
Dari Hening
datang dari hening
kau tersesat dalam
mainan mimpi
selalu takut
akan wajah
yang pecah
dikerumuni ulat
kau nujum diri kau
tanpa letih
menjadi apa kau
dalam taman yang dijanjikan itu
kenangan meringkusmu
dalam kedunguan
tak peduli kau
rintih bunga
yang remuk
jantungnya
1995
aku dan kau
menjadi fana pada tatap mata
aku lebur dalam ombak
dalam keremangan laju
tangan cuaca
menuntun perahumu
hendak berlabuh di mana kau
pesisir ini pernah kita singgahi
berkali-kali dalam perih kelahiran
terangkum dalam unggunan api malam
kita berbagi hangat
serupa adam dan hawa di lingkar ular
laut
paling berbisa
lalu kita santap jagung bakar rasa
cinta
dalam alunan soneta garam
batinku gamang
ke biru laut aku menjenguk
namun kau telah menjadi batas pesisir
bagi gemuruh jiwaku
yang tak jenuh mengigaukan rindu
1995
Soliloqui
XX
tahun-tahun merangkak dungu
seperti rindu yang digiring
ke rumah penjagalan
dalam kabut matamu
sungai tersesat
laut menguning
meluncurkan kecemasan
merasuk ke dalam kepalamu
saling pagut
camar dan pantai
di pucuk ombak
memukat sunyi
seekor ular
dari masa silam
jatuh ke bumi
menjelma taman
menyesatkan kita
dalam ketololan cinta
o, daging derita
yang dirajam jarum waktu
terjepit antara rindu batu
merangkaklah ke dalam jiwaku
bersama tahun-tahun dan
masa lampaumu
1995
Pura
Samuan Tiga
dari celah meru
purnama tiba
jatuh pada lumut
sunyi pura
mekar bunga
dikulum senyum mata bocah
hadirkan nyanyian angsa
sebagai rumah rindu
gerai rambutmu agar kutemui
keindahan kasih purbani
antara pura-purnama
hingga sungai itu
mengalirkan dahagaku
ke kembara jiwamu
1995
yang paling pilu
cinta yang lena
terjerat getah pahit
mulut bulan juli
musnahlah gulita!
debu jalan membungkus bunga sajakku
dalam perut perempuan bunting
cinta sekarat
kaukah yang mendongeng tentang rindu
dengan wajah dingin mengiris
sunyi pada
jantungku?
malam lalu tanpa keluh
cinta telah tinggalkan tubuhmu
sebelum lahirkan kesejatian
dari rahim bulan yang biru
selalu aku berharap kau
adalah ibu, mula denyut waktu
yang penuh kasih menerima
benih matahari
1995
Jatiluwih,
Tabanan
dari alam
kembali ke alam
dalam hutan abadi
kususuri gerak sunyi
yang menggesek cintaku
menjadi serbuk kayu
pegunungan kabut
liku-liku sungai
air mata haru
di sini aku
penyair pemuja keindahan
pelukis alam makna
aku setubuhi kau
harum hutan kata
hingga tercipta anak
sajakku kekal
dari alam
kembali ke alam
1995
Lintas Batas
di batas hayat
aku terjaga
telah kuarungi sunyi
yang dulu kubangun dari
kuntum-kuntum bunga karang
tiba di pintu ombakmu
tertegun aku dalam ketukan jiwa
sepucuk rindu hanyut
masih adakah bunga karang
yang mewangi?
desah ombak mengeja jejakmu basah
tiba di dermaga
kenanganku mengabur
dalam matamu desir senja suntuk
menghitung dingin yang ranggas
menimbun puing-puing silam
semakin mendendam rindu
akankah kau ikuti jejak sunyiku
menembang sajak-sajak bisu
tanpa keluh
dengan debur laut di jiwa
kita terima kesunyian
sebagai bunga karang
bekal pelayaran menuju arah
yang paling perih
1995
No comments:
Post a Comment